Cerita Perihal Kurban
11 Dzulhijjah 1440 H atau bertepatan 12 Agustus 2019 M, pondok
tempatku memungut hikmah dan belajar tentang memaknai hidup melaksanakan ajaran
Nabi Ibrahim yakni berkurban. Tentu, yang disembelih bukan santri-santrinya.
Melainkan sapi, kambing dan domba yang dikurbankan.
Proses penyembelihan hewan kurban dilaksanakan oleh
panitia yang terdiri dari ustadz-ustadz pondok dan warga desa. Lalu
santri-santri kebagian apa? Ya mereka kebagian yang enteng-entengnya, yaitu
bagian lihat-lihat dan takbir-takbirnya. Jika dibebani kapasitas untuk
menyembelih, aku nggak akan sanggup untuk membayangkan apalagi menuliskan
bagaimana kejadian yang akan terjadi.
Banyak keseruan-keseruan yang terjadi ketika acara
menyembelih hewan kurban bareng para santri, ustadz-ustadz, dan warga. Sebagai
penonton, mereka tentu cuma penyumbang suara mayor di bagian acara tersebut.
Yang kerjaan paling hebatnya adalah komentar layaknya warganet negara kita.
Setelah disembelih, hewan kurban dikuliti. Bagian ini,
mereka tetep tidak ngapa-ngapain. Kerjaan mereka selain berkomentar ya tentu
hanya melihat-lihat saja. Sebab, mereka tak memiliki keahlian apapun dalam hal
ini. Alih-alih pengulitan, mengurus diri sendiri saja masih sempoyongan.
Usai dikuliti, daging dipotong-potong. Di bagian ini
turut serta dilakukan pemisahan daging dari tulang. Bagian ini mereka juga
lagi-lagi tidak bisa berbuat apa-apa. Tentu yang dilakukan hanya mondar-mandir,
berkomentar, sembari melihat-lihat.
Di bagian timbang-menimbang daging, tampak santri-santri
sudah ada yang mampu terlibat. Hal ini membuat saya sedikit agak lega dan
bersyukur sebab momen seperti ini terasa mewah bagi saya di pondok tempat saya
satu tahun terakhir ini numpang mencari hal-hal baru.
Di bagian pengemasan dan pendistribusian, sudah banyak
santri-santri yang terlibat. Tetapi tidak secara menyeluruh. Aku turut terlibat
dalam pendistribusian daging-daging kurban itu. Sebagai apa? Ya sebagai ahlu
jepret amatiran. Jujur, kapasitas megang canon masih sampai tahap auto. Belum
ahlu jepret-jepret. Tapi bodoamat.
Yang menggelikan adalah di bagian ini, bagian yang jika
ditulis akan membuat aku selalu tertawa meski pembaca akan biasa-biasa saja. Bagian
yang kan selalu kuingat bukan karena lucu tetapi karena ketidak hati-hatian
membuat sesuatu yang seharusnya tidak boleh ditertawakan menjadi sesuatu
kesempatan yang rugi jika tidak ditertawakan.
Jadi begini, saat seseorang hendak bagi-bagi daging
kurban, ia loncar dari colt. Karena salah fokus, ia njungkel gitu aja dari
colt. Teman-temannya panik segera menolong. Ketika ditanya apa sebabnya, ia
menjawab jika ia butuh air mineral. Maklum, siang itu udara terik. Lalu apa yang membuat kita semua tergelak? Ya
karena ekspresinya datar dan menggelikan. Lalu aku sedikit kultum dengan bilang, "Ndak papa, itu bagian dari kurbanmu." Diam-diam, batinku tergelak. Tentu, tak ada korelasi atas semua ini.
Persiapan Pendistribusian Daging Qurban |
Kejar Tayang |
Sedikit Pencitraan |
Pura-Pura Kerja Keras :D |
0 komentar