Spiritual

by - April 29, 2018


Kulpa dan Revisi Iman Bagi Kita Semua


Beberapa waktu lalu si Kulpa menulis status di akun Twitternya begini, "Amiin yang tak iman, bakal jadi amiin amiin yang fakir iman." Saya menduga Kulpa kesambet kala nulis status di akunnya. Maka demi memastikan kondisinya, saya mengirimkan pesan singkat via Whatsapp bukan surat kaleng
"Sehat a?"
"Iyolah, ngopo?"
"Twittermu dibajak?"
"Sopo?"
"Aku takon, Je."
"Lha iyo podo, aku ganti takon."
"Lho, ditakoni balik malah takon. Gae kesel ae."
"Wong iman kok gampang keselan."
"Salah?"
"Sopo sing nyalahne?"
"Nah kan, nah kan, ganti takon."
"Wong iman kok mara-mara."
Saya hanya membaca pesannya yang terakhir dan merasa tak perlu membalasnya. Jelas, saya sudah kadung emisi eh emosi menghadapi si Kulpa. Kulpa membuat saya kesal. Tetapi kemudian saya pada akhirnya mendapat pencerahan mengenai status twitternya lewat obrolan via Whatsapp yang barusan saya kirimkan. Kok bisa? Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu bakal hinggap liar di otak pembaca setia blog penjajasenja.blogspot.com. Jadi begini, saya menduga Kulpa sedang mempraktikan amalan yang didapat dari iman kepada omongan bapaknya. Yakni untuk mengajari orang tak perlu ndakik-ndakik apalagi menggurui. Sebab orang-orang di zaman milineal seperti sekarang ini tak butuh soal itu.Keterbukaan arus informasi membuat sembarang orang mampu melahap apapun, termasuk berita bohong. Hm, kali ini saya sependapat sama perbuatan Kulpa dan omongan bapaknya. Biar warganet dan warga negara kita tau sendiri.
            Kemudian saya termenung lama untuk merenungi apa yang telah ditulis Kulpa di akun Twitternya. Zaman memang telah banyak berubah, jika dahulu orang mengutarakan rasa tidak suka cukup dibatin dengan Tuhannya, beda dengan hari ini. Hari ini orang-orang boleh jadi tengah mabuk kemerdekaan dengan akun media sosialnya. Mereka bebas mencaci maki dan membeberkan rasa tidak suka kepada siapapun. Tanpa rasa sungkan atau malu, yang penting hasrat amarah itu tersalurkan dengan lega. Syukur-syukur mengucap ahamdulillah wa amiin kencang jika ada orang yang berkomentar seolah bersimpati pada tulisannya.
            Kanal informasi yang begitu deras tak terbendung mengalir kemana saja. Ia bebas bermuara kemanapun dan kepada siapapun. Kepada pemilik PT Mencari Cinta Sejati, kepada karyawannya, kepada sindikat pemalsu kenangan, saudagar amiin, juragan omong kosong, butiran debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang sudah tengik. Bebas. Yang membedakannya adalah penerimaannya beserta reaksi yang timbul sesudah itu.
            Kepada pemilik PT Mencari Cinta Sejati, barangkali akan dihadapi dengan santai segala informasi yang diterima. Sebab tipikal horang kayah selalu memiliki sifat santai selama tidak mengusik harta benda yang dimilikinya. Berbeda kasus dari kalangan karyawan PT Mencari Cinta Sejati, sindikat pemalsu kenangan, juragan omong kosong, lalu saudagar amiin. Mereka akan menghadapinya dengan sedikit mbribik di jagad maya. Terakhir dari kalangan butiran debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang sudah tengik. Kalangan ini selain mbribik juga trengginas baik di dunia maya juga dunia nyata. Kalangan yang terakhir ini paling tidak sedikit membuat repot siapapun.
            Kenapa saya bilang sedikit membuat repot? Sebab berbicara dengan mereka dapat membuat percikan api berubah menjadi api unggun yang nantinya bisa buat acara kemah di malam unggun gembira. Artinya omongan sepele bisa jadi besar dan kemana-mana. Maka untuk menghindari kejadian api unggun yang tidak bikin gembira adalah tak ikut debat kusir dengan mereka. Tetapi bukan berarti diam saja. Menanggapi sesuai porsinya jika memang diperlukan.
            Mungkin saya akan memasukkan butiran debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang sudah tengik ini ke dalam sebuah golongan yang namanya bumi datar. Golongan ini secara kuantitas jumlahnya tidak sedikit. Ingat aksi wirosableng? Pasti kalian dapat membayangkan taksiran jumlah mereka. Saya tidak akan menjelaskan jumlah golongan bumi datar tersebut. Sebab itu tidak penting. Saya akan menyinggung kelucun-kelucuan mereka.
            Mereka, golongan bumi datar itu aslinya lucu-lucu kendati suka bikin sedikit repot. Kelucuan mereka yang pertama adalah aksi bela-bela. Saya yakin, golongan bumi datar adalah pengamal amiin yang juga beriman. Saya tak berhak mengatakan mereka fakir iman. Buktinya mereka ikutan amiin dengan cara bela-bela atas nama iman. Kelucuan mereka hanya terletak pada tidak jeli memandang sebuah kasus sehingga banyak yang kecele dengan amiin yang atas nama iman. Jadinya apa? Ya kecele gitu aja.
            Kelucuan kedua kalau kata si Kulpa dalam sebuah diskusi gaplek di sebuah warung kopi adalah barter kasus dalam sebuah penyelamatan imam besar. Memang barter tidak dilarang, sudah ada contohnya sebelum mata uang ditemukan. Tetapi untuk barter kasus? Apakah tidak ada imam yang lebih layak diangkat lagi daripada hanya sekedar barter kasus? “Kesannya kok jadi primitif ya.” Seloroh Kulpa tanpa dosa.
            Kelucuan ketiga yang akan menandai inti tulisan di edisi kali ini adalah sikap golongan bumi datar itu sendiri (yang terdiri atas butiran debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang sudah tengik). Sifat mereka jika di jagad maya begitu bombastis. Selain tak bisa didebat, mereka mudah marah atas nama iman. Btw, iman yang mana yang mengajarkan mara-mara duluan? Bahkan dalam sebuah riwayat, ketika Nabi Muhammad SAW sedang shalat lalu dari kaum kafir quraisy melemparinya dengan tinja, sang nabi tidak membalasnya dengan melemparinya kembali dengan perbuatan yang sama. Beliau menengadahkan tangan ke langit dan menyerahkan segala urusan kepada Allah semata. Sedangkan di jagad nyata, golongan bumi datar adalah orang-orang yang sama dengan saya dan Kulpa dalam banyak hal. Suka menyembah berhala yakni informasi. Lalu suka mara-mara hanya karena beda pendapat. Sementara iman tetap sama seperti kemarin, hanya telah  berubah menjadi dogma yang amat dalam.
            Lalu, apa yang salah dengan iman kita yang mudah tersulut dan begitu gaduh? Mudah mengamiini tapi nyatanya fakir iman, mudah mengamiini tapi merasa paling iman, amiin yang dibarengi mara-mara. Lalu apa yang musti kita lakukan? “Revisi!”, kata Kulpa sembari meremas judul proposalnya yang penuh coretan dari ketua jurusannya.

You May Also Like

0 komentar