Spiritual
Kulpa dan Revisi Iman Bagi Kita
Semua
Beberapa waktu lalu si
Kulpa menulis status di akun Twitternya begini, "Amiin yang tak iman,
bakal jadi amiin amiin yang
fakir iman." Saya
menduga Kulpa kesambet kala nulis status di akunnya. Maka demi memastikan
kondisinya, saya mengirimkan pesan singkat via Whatsapp bukan surat kaleng.
"Sehat a?"
"Iyolah, ngopo?"
"Twittermu dibajak?"
"Sopo?"
"Aku takon, Je."
"Lha iyo podo, aku ganti
takon."
"Lho, ditakoni balik malah takon.
Gae kesel ae."
"Wong iman kok gampang
keselan."
"Salah?"
"Sopo sing nyalahne?"
"Nah kan, nah kan, ganti
takon."
"Wong iman kok mara-mara."
Saya hanya membaca
pesannya yang terakhir dan merasa tak perlu membalasnya. Jelas, saya sudah
kadung emisi eh emosi menghadapi si Kulpa. Kulpa membuat saya kesal. Tetapi
kemudian saya pada akhirnya mendapat pencerahan mengenai status twitternya
lewat obrolan via Whatsapp yang barusan saya kirimkan. Kok bisa? Mungkin
pertanyaan-pertanyaan itu bakal hinggap liar di otak pembaca setia blog
penjajasenja.blogspot.com. Jadi begini, saya menduga Kulpa sedang mempraktikan
amalan yang didapat dari iman kepada omongan bapaknya. Yakni untuk mengajari
orang tak perlu ndakik-ndakik apalagi
menggurui. Sebab orang-orang di zaman milineal seperti sekarang ini tak butuh
soal itu.Keterbukaan arus informasi membuat sembarang orang mampu melahap
apapun, termasuk berita bohong. Hm, kali ini saya sependapat sama perbuatan
Kulpa dan omongan bapaknya. Biar warganet
dan warga negara kita tau sendiri.
Kemudian saya termenung lama untuk merenungi apa yang
telah ditulis Kulpa di akun Twitternya. Zaman memang telah banyak berubah, jika
dahulu orang mengutarakan rasa tidak suka cukup dibatin dengan Tuhannya, beda
dengan hari ini. Hari ini orang-orang boleh jadi tengah mabuk kemerdekaan
dengan akun media sosialnya. Mereka bebas mencaci maki dan membeberkan rasa
tidak suka kepada siapapun. Tanpa rasa sungkan atau malu, yang penting hasrat
amarah itu tersalurkan dengan lega. Syukur-syukur mengucap ahamdulillah wa
amiin kencang jika ada orang yang berkomentar seolah bersimpati pada
tulisannya.
Kanal informasi yang begitu deras
tak terbendung mengalir kemana saja. Ia bebas bermuara kemanapun dan kepada siapapun.
Kepada pemilik PT Mencari
Cinta Sejati, kepada karyawannya, kepada sindikat pemalsu kenangan, saudagar
amiin, juragan omong kosong, butiran debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang
sudah tengik. Bebas. Yang membedakannya adalah penerimaannya beserta reaksi yang timbul sesudah itu.
Kepada pemilik PT Mencari Cinta Sejati, barangkali akan
dihadapi dengan santai segala informasi yang diterima. Sebab tipikal horang
kayah selalu memiliki sifat santai
selama tidak mengusik harta benda yang dimilikinya. Berbeda kasus dari kalangan
karyawan PT Mencari Cinta Sejati, sindikat pemalsu kenangan, juragan omong
kosong, lalu saudagar amiin. Mereka akan menghadapinya dengan sedikit mbribik
di jagad maya. Terakhir dari kalangan butiran debu, ampas tahu, dan kripik
singkong yang sudah tengik. Kalangan ini selain mbribik juga trengginas baik di
dunia maya juga dunia nyata. Kalangan yang terakhir ini paling tidak sedikit
membuat repot siapapun.
Kenapa saya bilang sedikit membuat repot? Sebab berbicara
dengan mereka dapat membuat percikan api berubah menjadi api unggun yang
nantinya bisa buat acara kemah di malam unggun gembira. Artinya omongan sepele bisa
jadi besar dan kemana-mana. Maka untuk menghindari kejadian api unggun yang
tidak bikin gembira adalah tak ikut debat kusir dengan mereka. Tetapi bukan
berarti diam saja. Menanggapi sesuai porsinya jika memang diperlukan.
Mungkin saya akan memasukkan butiran
debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang sudah tengik ini ke dalam sebuah
golongan yang namanya bumi datar. Golongan ini secara kuantitas jumlahnya tidak
sedikit. Ingat aksi wirosableng? Pasti kalian dapat membayangkan taksiran jumlah
mereka. Saya tidak akan menjelaskan jumlah golongan bumi datar tersebut. Sebab itu tidak
penting. Saya akan menyinggung kelucun-kelucuan mereka.
Mereka, golongan bumi datar itu
aslinya lucu-lucu kendati suka bikin sedikit repot. Kelucuan mereka yang pertama
adalah aksi bela-bela. Saya yakin, golongan bumi datar adalah pengamal amiin
yang juga beriman. Saya tak berhak mengatakan mereka fakir iman. Buktinya
mereka ikutan amiin dengan cara bela-bela atas nama iman. Kelucuan mereka hanya
terletak pada tidak jeli memandang sebuah kasus sehingga banyak yang kecele
dengan amiin yang atas nama iman. Jadinya apa? Ya kecele gitu aja.
Kelucuan kedua kalau kata si Kulpa
dalam sebuah diskusi gaplek di sebuah warung kopi adalah barter kasus dalam
sebuah penyelamatan imam besar. Memang barter tidak dilarang, sudah ada
contohnya sebelum mata uang ditemukan. Tetapi untuk barter kasus? Apakah tidak
ada imam yang lebih
layak diangkat lagi
daripada hanya sekedar barter kasus? “Kesannya kok jadi primitif ya.” Seloroh Kulpa tanpa dosa.
Kelucuan ketiga yang akan menandai
inti tulisan di edisi kali ini adalah sikap golongan bumi datar itu sendiri (yang
terdiri atas butiran debu, ampas tahu, dan kripik singkong yang sudah tengik).
Sifat mereka jika di jagad maya begitu
bombastis. Selain tak bisa didebat, mereka mudah marah atas nama iman. Btw,
iman yang mana yang mengajarkan mara-mara duluan? Bahkan dalam sebuah riwayat,
ketika Nabi Muhammad SAW sedang shalat lalu dari kaum kafir quraisy melemparinya
dengan tinja, sang nabi tidak membalasnya dengan melemparinya kembali dengan
perbuatan yang sama. Beliau menengadahkan tangan ke langit dan menyerahkan segala
urusan kepada Allah semata. Sedangkan di jagad nyata, golongan bumi datar adalah
orang-orang yang sama dengan saya dan Kulpa dalam banyak hal. Suka menyembah
berhala yakni informasi. Lalu suka mara-mara hanya karena beda pendapat. Sementara
iman tetap sama seperti kemarin, hanya telah berubah menjadi dogma yang amat dalam.
Lalu, apa yang salah
dengan iman kita yang mudah tersulut dan begitu gaduh? Mudah mengamiini tapi nyatanya
fakir iman, mudah mengamiini tapi merasa paling iman, amiin yang dibarengi
mara-mara. Lalu apa yang musti kita lakukan? “Revisi!”, kata Kulpa sembari
meremas judul proposalnya yang penuh coretan dari ketua jurusannya.
0 komentar