­

Urusan Pertobatan

by - Maret 20, 2018




Urusan Pertobatan

 
http://alhadiid.teknik.ub.ac.id/poster-dakwah-6/

Urusan pertobatan memang urusan magis. Urusan yang boleh jadi hanya urusan manusia dengan Tuhannya. Jika ada seorang manusia yang bertobat karena manusia lainnya, itu hanyalah lantaran, Tuhanlah yang memiliki wewenang dalam menunjukinya. Tetapi bukan berarti kita cuma serah pasrah sambil isis-isis gitu aja kemudian ndak diberikan hak suara, kita dikasih hak suara/pilihan tersebut, tapi ya terserah Tuhan gimana enaknya. Seperti yang pernah diutarakan Fisikawan kondang dengan celotehnya, "Tuhan itu rumit tetapi tidak jahat", yakni si eyang Albert Einstein.
Diam-diam saya melakukan perenungan kecil-kecilan terhadap celoteh si Eyang Albert. Saya merenung bukan dalam rangka memikirkan hal-hal berat seperti gimana caranya menyelematkan dunia dari marabahaya. Itu cuma satire yang dijadikan pemanis. Ya kalo dipikir-pikir bukankah dunia diciptakan berpasangan? Aku-kamu, kamu-aku, baik-buruk. Ngertikan apa jadinya jika salah satu dari itu dibasmi? Aku-kamu misal, tak akan jadi pasangan couple jika dibasmi salah satunya. Ya, kan? Dunia nggak akan mengalami tumbuh kembang. Begitu juga baik-buruk jika benar-benar dibasmi salah satu. Jika orang yang tersisa misalnya hanyalah orang baik, apa malaikat Atid musti dipensiunkan sedini mungkin? Nggak mungkin kan? Wong masa kerjanya sampai hari kiamat.
Tetapi, ndak berbuat apa-apa dalam hidup adalah perbuatan yang tidak tau diuntung! Makanya, saya memutuskan hanya melakukan perenungan kecil-kecilan dengan mengambil sosok di sekitar untuk memikirkan apa yang dikatakan Eyang Albert dengan urusan pertobatan.
Langsung aja ya,
Jadi ceritanya begini, alkisah, mo'on maap jika tulisan ini bakal menjadi cerita yang akan mengusung nama samaran meski ceritanya boleh jadi aku-able di mata pembaca. Masalahnya kenapa? Menyebut nama asli sama saja mendakwakan sekaligus menjadikannya tersangka. Sebab orang yang ada dalam tulisan ini sebenarnya hanyalah korban, korban akibat kekonyolannya sendiri. Maka lebih baik biarlah namanya samaran asal bikin bahagia pembaca. Itu ladang amal, bukan malah menyebut nama asli dan kita tau akan sangat beresiko melukai hati si lakon.
Sebut saja namanya Kulpa, berjenis kelamin laki-laki. Ia suka mengendarai bebek meski laki-laki. Hobinya membahagiakan teman dan menjadi pahlawan yang jasanya boleh jadi tak pernah diingat oleh siapapun meskipun di mata temannya sendiri. Setiap kali berbuat baik, Kulpa tak pernah mendapat apa-apa. Meski begitu, Kulpa tetep woles dan take it easy. Baginya mungkin hidup adalah proses membahagiakan orang meski kebahagiannya sendiri harus tersisih.
Kulpa memiliki sahabat baik namanya Beye, baik Kulpa dan Beye kuliah di jurusan yang sama, di kampus yang sama, dan numpang narsis di organisasi kampus yang sama. Yang membedakan diantara keduanya hanyalah prinsip hidup, kadar kegantengan dan jumlah fans. Kalimat terakhir tidak perlu dijelaskan secara gamblang, hanya akan menyudutkan para lakon-lakon tersebut.
Kulpa adalah lakon dalam urusan pertobatan yang magis itu. Kulpa mirip lakon ponokawan dalam wayang, abdi dalem tapi omongan dan perannya jendra (gedhe) banget. Tanpanya, lakon utama dalam hidup maupun juga dalam tokoh pewayangan sekalipun tak akan ada gunanya. Meski Kulpa ampas, ia tetap ada dan berharga. Hanya saja takdir garisnya begitu.
Kulpa seorang laki-laki yang gemar kuliah di awal masuk kuliah, lelah di pertengahan, kembang kempis di akhir-akhirnya karena teman-temannya sudah pada lulus. Saat-saat lelah di pertengahan, yang dilakukan hanyalah dihabiskan dengan kegiatan yang menurutnya penting. Seperti tidur, main game, tidur lagi, ngopi, dan bobo' lagi. Paling-paling hal produktif yang paling sering dilakukan adalah sebatas ngupil dan ngejajanin pacarnya es teh Poci yang duitnya boleh jadi anggaran gelap jatah SPP.
Sebenarnyua, sudah banyak teman yang mengingatkan Kulpa untuk segera merampungkan prosesi kuliah yang sering ngadat akibat jam terbangnya yang tinggi itu (tidur, main game, tidur lagi, ngopi, dan bobo' lagi). Tetapi dakwah berbusa-busa di telinganya itu hanyalah mampir lalu pergi gitu aja, sekalipun dijanjikan besok bangun-bangun lulus asal rajin kuliah. Mungkin baginya itu mimpi, tetapi bagi pendakwah disekitarnya tidak ada cara lain untuk menyadarkan si Kulpa selain didakwahi dengan janji seperti itu. Bagi pendakwah disekitarnya, Kulpa percuma dikasih tau supaya cepat rampung kuliah. Ia tak tertarik sama hal-hal yang begitu. Hidup baginya cuma menikmati udud, kopi, sesekali ngajak jalan-jalan do’i.
Hingga waktu terus berjalan, dan si Kulpa tetap terseok-seok dalam menyelesaikan kuliah. Ia memang ingat kalau umurnya tak lagi sama dengan teman-teman kuliahnya sekarang. Baginya, teman-teman kuliah sekarang mirip adek-adek SMP yang dia sendiri adalah makhluk yang tinggal dalam kelas alias ndak naik-naik. Meski begitu tampangnya tetep woles, woles, woles, sembari say hai hai kepada mereka. Meski batinnya juga sering jujur bahwa itu berat.
Sekuat-kuat karang di laut, suatu hari akan terhempas juga. Sekokoh Kulpa dalam keengganan merampungkan kuliah, akhirnya luntur juga. Jadi begini ceritanya, Beye dan Kulpa sejak awal sudah saya sebutkan tentang perbedaannya yakni prinsip hidup, kadar kegantengan dan jumlah fans. Mereka seperti fans club sepak bola yang memiliki keistimewaan sendiri. Saya tidak akan menjabarkan kegantengan mereka juga jumlah fansnya. Saya hanya ingin mengupas tentang prinsip hidup keduanya.
“Ayo to Crut, disampekno kuliahe. Maringono S2 trus dadi pegawai plat abang, .” bujuk Beye pada Kulpa suatu hari.
“Woi jinguk, orasah kakehan rewel. Kono, dirampungno kuliahmu maringono wisuda tepat waktu trus mantu lan nduwe bojo ayu.” Balas Kulpa cuek sambil nyebul ududnya.
Omongan Beye ke Kulpa tidak sekali dua. Ratusan juga bisa jadi ribuan. Tak hanya Beye, tapi juga teman-teman lain yang sama isi dakwahnya lama-lama juweh menghadapi si Kulpa yang memang bebal.
Waktu terus menunjukkan perputaran tanpa pernah mengeluh ini itu, si Beye rampung kuliah dengan sukses menjadi bintang di kampusnya karena unggul ngumpulin angka. Ucapan selamat dari para fans, dosen, kolega lamanya, juga musuhnya gagap gempita menyala-nyala. Kulpa yang tetep selow menyikapinya dengan woles dan santai aja tanpa ada syirik-syiriknya. Ini memang bakat si Kulpa yang tak bisa dipendam. Ia biasa aja menghadapi semua ini.
Hingga suatu siang, saat Kulpa asyik ngopi sama temen-temennya ia dikejutkan dengan titipan orang berupa surat kaleng yang dititipkan kepada seorang laki-laki. Spesial hanya untuknya. Saya menggambarkan surat kaleng tersebut tidak dilemparkan lalu mengenai muka si Kulpa dan isinya teror. Cerita ini saya bikin halus karena bukan cerita heroik yang berdarah-darah. Kulpa tidak cocok jadi jagoan mirip Novel Baswedan yang berprinsip itu. Ia cocoknya ya jadi diri Kulpa itu sendiri.
Si Kulpa bilang makasih sama yang menitipkan surat sembari senuyum tanpa ngasih tips. Duit Kulpa tak sebanyak Bu Dendi, sodara! Yang dititipi paham lalu undur diri sebab tak ada untungnya lama-lama disitu. Langsung dibukalah surat kaleng tersebut, ternyata dari organisasinya yang pernah ia tumpangi untuk ngenger. Isinya ajakan untuk gabung dalam rangka bincang-bincang gonjang-ganjingnya sebuah pasal. Yang bikin matanya mendolo ialah fasilitatornya si Beye. Dalam hati ia cuma pingin misuh-misuh tapi ditahan, sebab hatinya memang smooth. Ia lebih pilih khusnudzan, barangkali ini tanda ajakan untuk segera bertobat.
Akibat surat kaleng yang isinya perihal undangan untuknya dan si Beye hadir sebagai fasilitator membuatnya mengalami titik perenungan dalam. Sesama pernah ngenger juga satu jurusan yang juga kadar kegantengan dan jumlah fans tentunya tak mengalami selisih yang banyak sekali membuatnya berpikir. Jika sama-sama ngomong, ia yakin juga bisa, tetapi apa yang membuat Beye dipandang lebih sukses? Apa dia dianggap sukses karena telah berhasil mengumpulkan banyak angka dan lulus diwaktu yang tepat?
Perlahan tapi pasti, si Kulpa tak membenci Beye. Relung hatinya disadarkan satu hal. Sesama manusia yang sama-sama berjuang kenapa harus ada yang masyhur kenapa harus ada yang jadi ampas? Diam-diam dalam hati si Kulpa istighfar, ia pingin sukses tapi dia tau kapasitasnya tak akan bisa seperti Beye. Pertobatan pun mulai diniatkan. Si Kulpa mulai berpikir keras gimana caranya sukses. Tetapi memang ia meyakini, hal pertama yang harus dilakukan ialah berobat dari fase hidupnya yang memang konyol dan musti banyak berserah diri pada Rabbnya. Sebab ia mafhum, mensejajarkan kesuksesan dengan Beye itu berat. Tapi ia tetep yakin bisa sukses meski jauh kelasnya dengan si Beye tapi ia tetep ngebet pengen sukses.
Ya begitulah urusan tobat, pada akhirnya misteri. Justru pada hal-hal sederhana Kulpa malah memiliki niatan bertobat. Bukan malah pada dakwah yang gila-gilaan. Surat kaleng dan kesuksesan si Beye hanyalah lantaran, tentunya memang kuasa Tuhan. Hingga tulisan ini ditulis, si Kulpa mak plengeh konyol bilang ke saya agar menghentikan tulisan ini. Katanya begini, “Nanti aku sukses gara-gara namaku nangkring di tulisan orang, lalu menyedot fans Beye lo jika diterus-terusin. Aku jadi tidak enek nanti, dikira ndak lakik dalam menempuh kesuksesan. Atau orang bilang ini cara instan.” Maka dari itu, saya mengikuti omongan si Kulpa. Urusan pertobatan memang misteri, hanya Tuhan yang tau dan si Kulpa yang akan merampungkan urusannya.

Wednesday, 21 March 2018 (0.22 AM)

You May Also Like

0 komentar