Urusan Pertobatan
Urusan Pertobatan
Urusan
pertobatan memang urusan magis. Urusan yang boleh jadi hanya urusan manusia
dengan Tuhannya. Jika ada seorang manusia yang bertobat karena manusia lainnya,
itu hanyalah lantaran, Tuhanlah yang memiliki wewenang dalam menunjukinya.
Tetapi bukan berarti kita cuma serah pasrah sambil isis-isis gitu aja kemudian
ndak diberikan hak suara, kita dikasih hak suara/pilihan tersebut, tapi ya
terserah Tuhan gimana enaknya. Seperti yang pernah diutarakan Fisikawan kondang
dengan celotehnya, "Tuhan itu rumit tetapi tidak jahat", yakni si
eyang Albert Einstein.
Diam-diam
saya melakukan perenungan kecil-kecilan terhadap celoteh si Eyang Albert. Saya
merenung bukan dalam rangka memikirkan hal-hal berat seperti gimana caranya
menyelematkan dunia dari marabahaya. Itu cuma satire yang dijadikan pemanis. Ya
kalo dipikir-pikir bukankah dunia diciptakan berpasangan? Aku-kamu, kamu-aku,
baik-buruk. Ngertikan apa jadinya jika salah satu dari itu dibasmi? Aku-kamu
misal, tak akan jadi pasangan couple jika dibasmi salah satunya. Ya, kan? Dunia
nggak akan mengalami tumbuh kembang. Begitu juga baik-buruk jika benar-benar
dibasmi salah satu. Jika orang yang tersisa misalnya hanyalah orang baik, apa
malaikat Atid musti dipensiunkan sedini mungkin? Nggak mungkin kan? Wong masa
kerjanya sampai hari kiamat.
Tetapi,
ndak berbuat apa-apa dalam hidup adalah perbuatan yang tidak tau diuntung!
Makanya, saya memutuskan hanya melakukan perenungan kecil-kecilan dengan
mengambil sosok di sekitar untuk memikirkan apa yang dikatakan Eyang Albert
dengan urusan pertobatan.
Langsung
aja ya,
Jadi
ceritanya begini, alkisah, mo'on maap jika tulisan ini bakal menjadi cerita
yang akan mengusung nama samaran meski ceritanya boleh jadi aku-able di mata
pembaca. Masalahnya kenapa? Menyebut nama asli sama saja mendakwakan sekaligus
menjadikannya tersangka. Sebab orang yang ada dalam tulisan ini sebenarnya
hanyalah korban, korban akibat kekonyolannya sendiri. Maka lebih baik biarlah
namanya samaran asal bikin bahagia pembaca. Itu ladang amal, bukan malah
menyebut nama asli dan kita tau akan sangat beresiko melukai hati si lakon.
Sebut
saja namanya Kulpa, berjenis kelamin laki-laki. Ia suka mengendarai bebek meski
laki-laki. Hobinya membahagiakan teman dan menjadi pahlawan yang jasanya boleh
jadi tak pernah diingat oleh siapapun meskipun di mata temannya sendiri. Setiap
kali berbuat baik, Kulpa tak pernah mendapat apa-apa. Meski begitu, Kulpa tetep
woles dan take it easy. Baginya mungkin hidup adalah proses membahagiakan orang
meski kebahagiannya sendiri harus tersisih.
Kulpa
memiliki sahabat baik namanya Beye, baik Kulpa dan Beye kuliah di jurusan yang
sama, di kampus yang sama, dan numpang narsis di organisasi kampus yang sama.
Yang membedakan diantara keduanya hanyalah prinsip hidup, kadar kegantengan dan
jumlah fans. Kalimat terakhir tidak perlu dijelaskan secara gamblang, hanya
akan menyudutkan para lakon-lakon tersebut.
Kulpa
adalah lakon dalam urusan pertobatan yang magis itu. Kulpa mirip lakon
ponokawan dalam wayang, abdi dalem tapi omongan dan perannya jendra (gedhe)
banget. Tanpanya, lakon utama dalam hidup maupun juga dalam tokoh pewayangan
sekalipun tak akan ada gunanya. Meski Kulpa ampas, ia tetap ada dan berharga.
Hanya saja takdir garisnya begitu.
Kulpa
seorang laki-laki yang gemar kuliah di awal masuk kuliah, lelah di pertengahan,
kembang kempis di akhir-akhirnya karena teman-temannya sudah pada lulus.
Saat-saat lelah di pertengahan, yang dilakukan hanyalah dihabiskan dengan
kegiatan yang menurutnya penting. Seperti tidur, main game, tidur lagi, ngopi,
dan bobo' lagi. Paling-paling hal produktif yang paling sering dilakukan adalah
sebatas ngupil dan ngejajanin pacarnya es teh Poci yang duitnya boleh jadi
anggaran gelap jatah SPP.
Sebenarnyua,
sudah banyak teman yang mengingatkan Kulpa untuk segera merampungkan prosesi
kuliah yang sering ngadat akibat jam terbangnya yang tinggi itu (tidur, main
game, tidur lagi, ngopi, dan bobo' lagi). Tetapi dakwah berbusa-busa di
telinganya itu hanyalah mampir lalu pergi gitu aja, sekalipun dijanjikan besok
bangun-bangun lulus asal rajin kuliah. Mungkin baginya itu mimpi, tetapi bagi
pendakwah disekitarnya tidak ada cara lain untuk menyadarkan si Kulpa selain
didakwahi dengan janji seperti itu. Bagi pendakwah disekitarnya, Kulpa percuma
dikasih tau supaya cepat rampung kuliah. Ia tak tertarik sama hal-hal yang
begitu. Hidup baginya cuma menikmati udud, kopi, sesekali ngajak jalan-jalan
do’i.
Hingga
waktu terus berjalan, dan si Kulpa tetap terseok-seok dalam menyelesaikan
kuliah. Ia memang ingat kalau umurnya tak lagi sama dengan teman-teman
kuliahnya sekarang. Baginya, teman-teman kuliah sekarang mirip adek-adek SMP
yang dia sendiri adalah makhluk yang tinggal dalam kelas alias ndak naik-naik.
Meski begitu tampangnya tetep woles, woles, woles, sembari say hai hai kepada
mereka. Meski batinnya juga sering jujur bahwa itu berat.
Sekuat-kuat
karang di laut, suatu hari akan terhempas juga. Sekokoh Kulpa dalam keengganan
merampungkan kuliah, akhirnya luntur juga. Jadi begini ceritanya, Beye dan
Kulpa sejak awal sudah saya sebutkan tentang perbedaannya yakni prinsip hidup,
kadar kegantengan dan jumlah fans. Mereka seperti fans club sepak bola yang
memiliki keistimewaan sendiri. Saya tidak akan menjabarkan kegantengan mereka
juga jumlah fansnya. Saya hanya ingin mengupas tentang prinsip hidup keduanya.
“Ayo
to Crut, disampekno kuliahe. Maringono S2 trus dadi pegawai plat abang, .”
bujuk Beye pada Kulpa suatu hari.
“Woi
jinguk, orasah kakehan rewel. Kono, dirampungno kuliahmu maringono wisuda tepat
waktu trus mantu lan nduwe bojo ayu.” Balas Kulpa cuek sambil nyebul ududnya.
Omongan
Beye ke Kulpa tidak sekali dua. Ratusan juga bisa jadi ribuan. Tak hanya Beye,
tapi juga teman-teman lain yang sama isi dakwahnya lama-lama juweh menghadapi
si Kulpa yang memang bebal.
Waktu
terus menunjukkan perputaran tanpa pernah mengeluh ini itu, si Beye rampung
kuliah dengan sukses menjadi bintang di kampusnya karena unggul ngumpulin
angka. Ucapan selamat dari para fans, dosen, kolega lamanya, juga musuhnya
gagap gempita menyala-nyala. Kulpa yang tetep selow menyikapinya dengan woles
dan santai aja tanpa ada syirik-syiriknya. Ini memang bakat si Kulpa yang tak
bisa dipendam. Ia biasa aja menghadapi semua ini.
Hingga
suatu siang, saat Kulpa asyik ngopi sama temen-temennya ia dikejutkan dengan
titipan orang berupa surat kaleng yang dititipkan kepada seorang laki-laki.
Spesial hanya untuknya. Saya menggambarkan surat kaleng tersebut tidak
dilemparkan lalu mengenai muka si Kulpa dan isinya teror. Cerita ini saya bikin
halus karena bukan cerita heroik yang berdarah-darah. Kulpa tidak cocok jadi
jagoan mirip Novel Baswedan yang berprinsip itu. Ia cocoknya ya jadi diri Kulpa
itu sendiri.
Si
Kulpa bilang makasih sama yang menitipkan surat sembari senuyum tanpa ngasih
tips. Duit Kulpa tak sebanyak Bu Dendi, sodara! Yang dititipi paham lalu undur
diri sebab tak ada untungnya lama-lama disitu. Langsung dibukalah surat kaleng
tersebut, ternyata dari organisasinya yang pernah ia tumpangi untuk ngenger.
Isinya ajakan untuk gabung dalam rangka bincang-bincang gonjang-ganjingnya
sebuah pasal. Yang bikin matanya mendolo ialah fasilitatornya si Beye. Dalam
hati ia cuma pingin misuh-misuh tapi ditahan, sebab hatinya memang smooth. Ia
lebih pilih khusnudzan, barangkali ini tanda ajakan untuk segera bertobat.
Akibat
surat kaleng yang isinya perihal undangan untuknya dan si Beye hadir sebagai
fasilitator membuatnya mengalami titik perenungan dalam. Sesama pernah ngenger
juga satu jurusan yang juga kadar kegantengan dan jumlah fans tentunya tak
mengalami selisih yang banyak sekali membuatnya berpikir. Jika sama-sama
ngomong, ia yakin juga bisa, tetapi apa yang membuat Beye dipandang lebih
sukses? Apa dia dianggap sukses karena telah berhasil mengumpulkan banyak angka
dan lulus diwaktu yang tepat?
Perlahan
tapi pasti, si Kulpa tak membenci Beye. Relung hatinya disadarkan satu hal.
Sesama manusia yang sama-sama berjuang kenapa harus ada yang masyhur kenapa
harus ada yang jadi ampas? Diam-diam dalam hati si Kulpa istighfar, ia pingin
sukses tapi dia tau kapasitasnya tak akan bisa seperti Beye. Pertobatan pun mulai
diniatkan. Si Kulpa mulai berpikir keras gimana caranya sukses. Tetapi memang
ia meyakini, hal pertama yang harus dilakukan ialah berobat dari fase hidupnya
yang memang konyol dan musti banyak berserah diri pada Rabbnya. Sebab ia
mafhum, mensejajarkan kesuksesan dengan Beye itu berat. Tapi ia tetep yakin
bisa sukses meski jauh kelasnya dengan si Beye tapi ia tetep ngebet pengen
sukses.
Ya
begitulah urusan tobat, pada akhirnya misteri. Justru pada hal-hal sederhana
Kulpa malah memiliki niatan bertobat. Bukan malah pada dakwah yang gila-gilaan.
Surat kaleng dan kesuksesan si Beye hanyalah lantaran, tentunya memang kuasa
Tuhan. Hingga tulisan ini ditulis, si Kulpa mak plengeh konyol bilang ke saya
agar menghentikan tulisan ini. Katanya begini, “Nanti aku sukses gara-gara
namaku nangkring di tulisan orang, lalu menyedot fans Beye lo jika
diterus-terusin. Aku jadi tidak enek nanti, dikira ndak lakik dalam menempuh
kesuksesan. Atau orang bilang ini cara instan.” Maka dari itu, saya mengikuti
omongan si Kulpa. Urusan pertobatan memang misteri, hanya Tuhan yang tau dan si
Kulpa yang akan merampungkan urusannya.
Wednesday, 21 March 2018 (0.22 AM)
0 komentar